Barito Pacific Tbk adalah perusahaan energi terintegrasi yang berbasis di Indonesia dengan berbagai aset di sektor energi dan industri. Melalui Star Energy, BRPT mengoperasikan perusahaan panas bumi terbesar di Indonesia, yang juga merupakan perusahaan panas bumi terbesar ketiga di dunia.
Bersama dengan Indonesia Power, entitas anak yang dimiliki sepenuhnya oleh PLN, BRPT mengembangkan proyek Jawa 9 & 10, yaitu pembangkit listrik tenaga uap dengan teknologi ultra super-critical berkapasitas 2 x 1.000MW yang memiliki tingkat efisiensi yang lebih tinggi serta lebih ramah lingkungan.BRPT juga merupakan pemegangsaham pengendali dan mengkonsolidasikan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA), yang merupakan satu-satunya perusahaan petrokimia yang terintegrasi dan terbesar di Indonesia.
TPIA tetap berfokus pada operasional usaha yang stabil serta pelaksanaan kegiatan komersial, pabrik Polyethylene TPIA berkapasitas 400KTA yang baru serta debottlenecking pabrik Polypropylene 110KTA telah selesai dengan sukses dan sudah beroperasi, yang memberikan penambahan total kapasitas produksi sebesar 17% menjadi 4.061 KTA. Sementara itu, kegiatan usaha panas bumi terus memberikan kontribusi EBITDA yang stabil dan tren laba bersih yang meningkat sebagai akibat dari semakin menurunnya tingkat suku bunga dari waktu ke waktu.
Komposisi Pemegang Saham
Nama | Jumlah Saham | Persentase |
Prajogo Pangestu | 63.933.764.535 | 71,8% |
PT Barito Pacific Lumber | 1.127.631.500 | 1,3% |
PT Tunggal Setia Pratama | 320.600.000 | 0,4% |
Lim Chong Thian (Komisaris) | 500.000 | 0,0% |
Agus Salim Pangestu (Presiden Direktur) | 373.330 | 0,0% |
Lain-lain | 23.130.692.805 | 26,0% |
Saham Treasurey | 502.436.000 | 0,6% |
Total | 89.015.998.170 |
Pendapatan BRPT 2019, diambil dari laporan keuangan 2019
- Pendapatan bersih konsolidasiandi FY-2019 menurun sebesar 21,9% dari US$3.076juta pada FY-2018 menjadi US$2.402juta yang utamanya disebabkan oleh turunnya harga penjualan rata-rata produk petrokimia terutama Olefins, Ethylene dan Polyethylene, serta penurunan volume yang disebabkan oleh pelaksanaan Turn - Around Maintenance (TAM), pemadaman terjadwal untuk keperluan pemeliharaan.
- Beban pokok pendapatan menurun sebesar 19,7% dari US$2.270juta pada FY-2018 menjadi US$1.823juta di FY-2019,yang sebagian besar dikarenakan biaya bahan baku bisnis petrokimia yang lebih rendah, terutamanya disebabkan oleh biaya Naphtha yang menurun menjadi rata-rata US$542/MT dari US$650/MT di FY-2018.
- EBITDA turun sebesar 26,8% dari US$816juta pada FY-2018menjadi US$595juta pada FY-2019,terutama disebabkan oleh EBITDA yang lebih rendah dari bisnis petrokimia disebabkan oleh marjin industri petrokimia yang semakin moderat.
- Laba bersih sesudah pajak sebesar US$137juta dibandingkan dengan US$242juta pada FY-2018,terutama oleh akibat dari laba kotor yang lebih rendah. (sumber presentasi BRPT 2020)
Setelah mengalami penurunan lebih dari 50% karena covid -19, secara teknikal penurunan yang cepat akan menyebabkan kenaikan yang cepat pula apabila diimbangi dengan fundamental yang kuat, ditambah berita buyback pada periode 13 Maret 2020-13 Juni 2020. Adapun jumlah buyback akan berkisar 1 Triliun.
Kalau dilihat bentuknya seperti pola inverted head and shoulder. Maka kemungkinan minggu depan jika marketnya bagus, BRPT bisa sampai kisaran 1060, dan target selanjutnya di 1200.
Secara laporan keuangan memang pendapatan perseroan menurun, tetapi dengan harga dibawah 1200 masih bagus untuk dikoleksi bagi swing trader.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar